Jumat, 26 Maret 2021

Kritik Puisi " Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah" Karya M. Shoim Anwar

 Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah


Ulama Abiyasa adalah guru yang mulia
panutan para kawula dari awal kisah
ia adalah cagak yang tegar
tak pernah silau oleh gebyar dunia
tak pernah ngiler oleh umpan penguasa
tak pernah ngesot ke istana untuk meminta jatah
tak pernah gentar oleh gertak sejuta tombak
tak pernah terpana oleh singgasana raja-raja

Ulama Abiyasa merengkuh teguh hati dan lidah
marwah digenggam hingga ke dada
tuturnya indah menyemaikan aroma bunga
senyumnya merasuk hingga ke sukma
langkahnya menjadi panutan bijaksana
kehormatan ditegakkan tanpa sebiji senjata


Ulama Abiyasa bertitah
para raja dan penguasa bertekuk hormat padanya
tak ada yang berani datang minta dukungan jadi penguasa
menjadikannya sebagai pengumpul suara
atau didudukkan di kursi untuk dipajang di depan massa
diberi pakaian dan penutup kepala berharga murah
agar tampak sebagai barisan ulama
Ulama Abiyasa tak membutuhkan itu semua
datanglah jika ingin menghaturkan sembah
semua diterima dengan senyum mempesona
jangan minta diplintirkan ayat-ayat asal kena
sebab ia lurus apa adanya
mintalah arah dan jalan sebagai amanah
bukan untuk ditembangkan sebagai bunga kata-kata
tapi dilaksanakan sepenuh Langkah


Penghujung Desember 2020
Karya: Shoim Anwar

Pada ktritik kali ini kita Kembali mengulas puisi karya Shoim Anwar. Puisi kali ini berjudul “Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah” dalam puisi tersebut, pencipta mengambil tokoh pewayangan yang bernama Abiyasa. Abiyasa ini merupakan seorang putra dari seseorang bernama Resi Palasara dan pertapaan Retawu. Abiyasa ini memiliki perwatakan serta sifat yakni pandai, sangat ceras, alim, sholeh, arif bijaksana dan berwibawa. Abiyasa memiliki beberapa keistimewaan ia sebagai ahli bertapa, ahli nujum, tabib, ilmu kesaktian dan ahli tatapemerintah dan tata negara.

Jika kita lihat pada puisi Shoim Anwar ini, kita juga melihat, memahami, mencari metaphor yang pencipta bangun dengan hiperbola. Penyair menggunakan hiperbola untuk membuat suasana pada saat membaca menjadi tegang. Gaya Bahasa pada puisi tersebut tergolong sederhana. Hal ini menyebabkan siapapun yang membacanya akan mudah memahami makna dari puisi tersebut.

Pencipta puisi tersebut menggunakan kata “ulama” pada puisi memiliki maksud yakni menggambarkan sebuah simbol mengenai kebajikan yang cocok dengan sosok Abiyasa dimana abiyasa ini merupakan orang yang dikenal baik dalam kisah pewayangannya. Puisi ini memberikan sebuah makna kebaikan dan positif kebada para pembaca.

Jika kita hubungkan pada kehidupan masa kini, puisi ini bermakna adalah memberikan sebuah pencerahan melalui religiusitas yang telah ditunjukkan pada diksi-diksi yang ada. Seperti bait berikut ini:

Tak pernah silau oleh gebyar dunia

Tak pernah ngiler oleh umpan penguasa

Tak pernah ngesot ke istana untuk meminta jatah

Mari kita liat bait tersebut memiliki sebuah makna dimana adanya rasa syukur terhadap apa yang telah didapatkan. Seperti halnya pesan dalam agama islam yang mana kita disarankan untuk selalu bersyukur dalam keadaan, jika memiliki nikmat yang lebih bersyukur dan jika mendapat hal yang kurang juga tetap bersyukur. Jika kita lihat pada diksi “istana” ini menggambarkan para alim ulama yang tidak turut pada politik negara. Mari kita lihat bait berikut:

Ulama Abiyasa bertitah

Para raja dan pengusasa bertekuk hormat padanya

Tak ada yang berani dating minta dukungan jadi penguasa

Pencipta puisi ini juga melihat kondisi kediaman kita atau Tanah Air kita dimana kini sudah diwarnai oleh gejolak politik. Pada puisi ini masuk pada fenomena politik dimana seringkali para pejabat jika ingin mencari suara maka ia akan mendatangi alim ulama yang dirasa memiliki banyak sekali pengikut.

Kelebihan puisi tersebut adalah, dimana dalam puisi ini dimana penyair dengan cerdas mengemas masalah dimasa kini menjadi uraian yang indah. Namun kelemahannya penyair selalu menggunakan majas yang terlalu monoton namu suasana yang dibangun memiliki gayanya sendiri. Selain itu, Penyair memberikan pesan kepada pembaca yakni alangkah baiknya kita sebagai manusia memiliki rasa syukur terhadap apa yang kita punya.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dialetika Dalam Lima Cerpen Karya Shoim Anwar Sebagai Kritik Pemerintah di Masa Kini

       Mungkin akhir-akhir ini kita sering melihat berita-berita yang menyiarkan kabar mengenai kritik tajam terhadap pemerintah. Salah satu...